Translate

Tampilkan postingan dengan label pengalaman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengalaman. Tampilkan semua postingan

Selasa, 24 Oktober 2017

Tahayul Turki: Nazar Boncuğu

*tulisan kali ini disponsori oleh males belajar alias kabur dari ujian mid-term seminggu lagi*

Pohon Nazar Boncugu - Kapadokya

Puji syukur kali ini saya diberkati ke-excited-an untuk menulis dan alasan-alasan lain yang mendorong saya untuk menulis tentang Nazar Boncuğu.

Sebetulnya saya tidak pernah tertarik untuk menulis tentang Nazar Boncuk ini. Tapi gara-gara satu peristiwa yang menurut saya aneh (atau kebetulan) yang membuat saya amazed lalu saya jadi tertarik untuk menulis tentang satu tahayul diantara banyak tahayul di Turki. Jadi begini:

Minggu kemarin, saya diundang sarapan di apartemen teman sekelas saya (kenapa nggak lunch atau dinner? Tunggu di tulisan saya tentang Kultur Sarapan Turki). Kami mulai makan di balkon apartemennya sambil ngobrol, nggosip, dan guyon-guyon. Lalu setelah makan dan foto-foto pastinya, sang tuan rumah, Busra, menawari kami untuk minum kopi Turki. Lalu salah satu diantara kami menyeplos, “Wah, sekalian kamu liat ya nanti cangkirnya!”. “Beres.” Busra menjawab dengan tenang. Lhah. Selama 4 tahun saya sekelas dan merhaba-merhaba-an dengan mereka kok saya baru tau mereka bisa baca fincan (baca fincan: membaca/meramal apa yang terlihat di cangkir). “Lhoh aku kok ngga tau kalian bisa baca fincan? Kalau gitu aku yang pertama kamu lihat ya!” saya langsung curi start hehe (tulisan tentang ramal meramal kopi Turki akan dibahas di tulisan selanjutnya). Ternyata cangkir teman saya sudah siap terlebih dahulu karena saya minum terlalu lambat. Disela menunggu cangkir saya dingin teman yang duduk disebelah saya, Tugce, sedang membaca  cangkir teman saya yang lain. Lhah dua kali. Ternyata dia juga bisa membaca.

Akhirnya Tugce selesai membaca satu cangkir teman saya. Lalu saya bilang pada Tugce, “Tugce, nih kamu lihat dulu saja sebelum dilihat Busra.” “Oh iya mana.” Kata pertama yang dia ucapkan adalah “OHA!”. Oha adalah kata-kata orang Turki untuk mengapresiasikan kekagetan dengan sedikit tidak sopan (bila digunakan untuk orang yang lebih tua). “Ada mata (nazar) besar sekali disini.” Kata Tugce. “Iya saya tadi juga lihat.” Kata Busra dari seberang meja. Kali itu saya tidak begitu paham dengan konsep nazar lalu saya hanya jawab “Oh”.

Lalu Tugce menyebutkan hal-hal yang dilihat di cangkir saya dengan lugas, lancar, dan yakin. Kata dia, ada seseorang yang memandang saya dengan sangat intens atau bisa jadi dengan penuh kekaguman sehingga menimbulkan nazar itu tadi. Saya masih menduga-duga nazar itu datang dari siapa. Menurut dia, ada sosok laki-laki yang saya sedang bertengkar dengannya, lalu dia melihat ada sosok 3 orang cewek di sekitar saya yang menurut Tugce kalau saya terlalu dekat bisa meruwetkan urusan, tapi kata dia ada garis diantara cewe-cewe tersebut yang artinya saya sudah menjaga jarak dengan mereka. Lalu Tugce menyebutkan ada beberapa jalan/perjalanan yang akan saya alami, dan beberapa hal lain yang saya tidak ingat.  Busra pun mengatakan hal yang tidak jauh beda, namun ada satu hal yang sangat ingat, bahwa di cangkir saya muncul seorang wanita yang mendukung saya dalam hal apapun. Saya langsung teringat ibu.

Hari ini saya berniat meresearch tentang nazar. Saya membuka laptop saya dan berniat bikin teh. Perlu diingat saya bukan tipe orang yang ceroboh hehe. Namun entah kenapa waktu itu saya mau pergi mencuci gelas, gelas yang saya genggam, gelas kesayangan saya yang baru saya beli beberapa minggu lalu, jatuh atau mungkin tergelincir dari tangan saya dan pecah di lantai. Ketika saya terlihat sedih melihat sisa-sisa pecahan gelas kesayangan saya, Yasemin, teman sekamar saya berkata “Lah, harusnya kamu jadi tenang dong nazarnya sudah hilang kena gelasmu”. Lalu saya bingung, “Emang kalau kena nazar segitu jeleknya apa?” kata saya masih sedih kehilangan gelas. “Ada orang yang sampai mati kena nazar” kata dia.  Saya ingat terakhir kali saya memecahkan gelas adalah ketika saya masih di kelas preparation bahasa Turki, kala itu teman saya juga bicara soal nazar.

Lalu saya cari tau bagaimana kepercayaan orang Turki terhadap nazar. Saya menemukan satu web yang membahas tentang nazar. Menurut Institusi Bahasa Turki (Turk Dil Kurumu TDK) Nazar: Keburukan atau ketidak-beruntungan (nazar/goz) yang diberikan oleh orang-orang tertentu yang melihat seseorang atau sesuatu dengan kekaguman atau kecemburuan. Seperti misalnya, orang yang iri dengan mobil seseorang, dipercayai bisa memberi energi negatif dan bisa menimbulkan hal buruk seperti kecelakaan. Atau ketika kita melihat bayi yang sangat lucu di jalan, ibunya pasti bilang, jangan lupa bilang MashaAllah. Nah, disinilah Evil’s Eye dan ucapan MashaAllah berfungsi. Menurut kepercayaan, Nazar boncuk ini tadi bisa menyedot energi negatif dari kekaguman atau kecemburuan.

Sering ketika sesuatu terjadi kepada barang baru/bagus atau seseorang yang cantik/ganteng/bayi lucu/orang dewasa yang lucu *eh orang Turki sering kali menyalahkan nazar atau ketidak-beruntungan. Bahkan teman saya suatu kali pernah memuji baju saya (atau apa ya saya lupa) dia berkata, “kalau kena nazar itu pasti dari saya, soalnya saya suka sekali.”

Nazar boncuk ini biasa di pasang di pintu-pintu rumah, mobil, bahkan baju anak agar terhindar dari ketidak-beruntungan. Nazar boncuk ini biasanya terbuat dari kaca. Nah, jadi seperti itulah kepercayaan orang Turki tentang nazar dan mengapa mereka memasangnya di setiap sudut mulai dari ukuran seukuran manik gelang hingga sebesar telapak tangan orang dewasa.


Ada yang minat titip mungkin?

Tim Sarapan - Temukan Tugce dan Busra di gambar ini. Lol.


kopi Turki made by Busra
cangkir yang siap diramal

Jumat, 06 Maret 2015

Mudik Internasional (2)

Hehe. Tulisan ini adalah alasan. Bahane. Biar saya bisa meninggalkan buku-buku pelajaran saya yang seabrek dan belum terbuka sama sekali.

..

Seperti yang sudah saya bilang di post bawah, Januari kemarin pas liburan winter saya sempat pulang. Yuhu ke Indonesia tanah air beta. Dan, sebenernya postingan ini agak gak penting sih untuk di share, tapi pengalaman sebelum dan sesudah pulangnya yang lumayan ngeri  seru yang ingin saya share.

Waktu itu sesudah ujian vize (UTS), setelah stress sampe sakit dan ngga sembuh-sembuh karena ujian, lalu kebanyakan begadang terpaksa belajar selama sebulan penuh. Kenapa saya jadi lebay begitu? Karena saya ngga ngerti akan seberapa susah atau mudahnya ujian-ujian nanti. Itu ada factor utama yang bikin saya stress. Dan saya yang bener-bener selama 1 bulan tidur jam 5 pagi bangun jam 12 siang (kadang saya skip kelas (ga perlu dicontoh))  lalu kuliah sampe sore dan makan dan belajar lagi. Because we, me and my roommates, found out that study after 11 at night is the most effective time for us to study. Kita menemukan mood dan keinginan belajar di jam-jam tersebut, selain jam 11 keatas tidak ada yang ribut sih.

Beberapa hari menjelang selesai vize, tiba-tiba dini hari sekitar pukul 4 waktu Turki (Indonesia pukul 9) Ibu saya bbm, percakapan biasa lah lagi apa, temen sekamar lagi apa, liburan winter mau kemana, dst dst. Saya bilang liburan winter mau ke tempat Nana dan Mbak Ida di Canakkale. Nana dan Mbak Ida adalah bisa dibilang orang terdekat di Turki sih, meskipun mereka tinggalnya di ujung Akdeniz sana. Nana adalah murid Indonesia dari Magelang, dan Mbak Ida adalah orang Surabaya yang menikah dengan orang Turki. Anyways, tiba-tiba juga Ibu chat “dari pada kamu di sana jalan-jalan sama nyari makan sendiri jatohnya juga ngabisin uang saku mending pulang aja kamu”, demi apa. Ya siapa juga yang ngga senang disuruh pulang. Tapi banyak alasan juga sih yang sebenarnya menghalangi saya pulang, seperti saya harus menunggu ujian remedy (butunleme) dimana saya ngga tau ada pelajaran yang ngga lulus atau tidak, dan juga harga dollar yang cukup mahal saat itu. Dengan segala bujuk rayunya dan iming-iming dibayari uang tiketnya, akhirnya saya setuju buat pulang dan gambling dengan butunleme tadi, kalau saya ada yang tidak lulus berarti nasib saya buat mengulang tahun depan tanpa ikut ujian remedy. Akhirnya besok lusanya setelah dioyak-oyak Ibu lagi untuk beli tiket, malam hari (ditengah got kamar mandi kamar saya yang buntu mengakibatkan banjir jorok di kamar) setelah memilih-milih maskapai saya akhirnya memesan maskapai langganan (weits) Qatar Airways. Alhamdulillah.

Paginya, jeng-jeng!! Saya lupa kalau resident permit (ikamet) saya lagi diurus perpanjangannya di kantor polisi. Kantor polisi Turki. Yang ngga jelasnya mirip-mirip kantor polisi Indonesia. Sumpah. Gimana saya bisa lupa kalau ikamet saya lagi ngga ada. Jadi resident permit itu gunanya seperti visa yang masanya lama sekali. Kalau ada resident permit berarti kamu bisa keluar masuk negara itu semau kamu. Kalau ngga ada? Berarti kamu cuma bisa keluar doang ga bisa masuk lagi. Matihhh. Lalu saya ke kantor polisi siang itu juga sambil ngantuk-ngantuk (karena baru tidur paginya). Yep ofkors ikamet saya belum datang. Dan kata bu polisinya, mereka bisa bikin keterangan untuk saya, tapi dalam waktu 15 hari saya harus kembali ke Turki lagi. What theeeee.. Orang saya udah beli tiket buat seminggu lagi dan tiket balik ke Turki adalah telat 2 minggu dari tanggal masuk, berarti sekitar 1,5 bulan. Dan WTH is 15 hari??? Udah beli tiket mahal dan terancam gagal disitu saya merasa stress. Saya sudah stress banget dan nelpon-nelpon Ibu. Ibu pun akhirnya ikutan stress dan takut juga, duh. Saya udah chat sana-sini untuk minta doa biar lancer bisa pulang. 3 hari kemudian, 2 hari sebelum berangkatnya, saya sudah pasrah dan ke kantor polisi lagi, untuk minta surat keterangan 15 hari itu. Dan surprise dari alam! Ikamet saya datang. Saya dan Aziza, roommate saya, sampe loncat-loncat di kantor polisi di depan imigran-imigran Arab yang menunggu antriannya. Alhamdulillah lagi. Dan terimakasih doa-doanya.

Akhirnya saya pun dini hari itu meninggalkan Zonguldak, diiringi panik karena sopir taksi yang datang terlalu awal dan goodbyes dari teman seasrama dan perjalanan yang penuh menunggu inipun dimulai. Sampai di Istanbul, di bandara saya bertemu dengan mahasiswa S3 dari Ankara, Mas Hilmy, menunggu jam check-in selama 6 jam-an bersama beliau. Setelah penerbangan selama 4 jam kemudian saya sampai di Qatar dimana saya harus nunggu 9 jam. 9 jam, sendirian, dan sakit. It was the worst part. Sampai kalau ditanya ada dimana saja toilet dan tempat mac (yes, they have it many and you can use it free) di bandara Qatar, saya bisa tunjukin sambil merem. Akhirnya saya sampai Jakarta, jam 11 malam, dan penerbangan terakhir ke Surabaya adalah pukul 10.30, woohooo. Unlucky me. Terpaksa saya harus nunggu lagi untuk penerbangan pertama esoknya.

Skip skip skip.

Tibalah waktunya saya balik. Bagian tertidakenak dari pulang kampung. Saya diantar sekeluarga, berangkat dari Kediri menuju Juanda, Surabaya. Kami berangkat 5 jam sebelum flight saya hari itu, flight terakhir. Jarak Kediri-Surabaya biasanya ditempuh 3 jam. Unlucky me again, mulai dari Mojokerto sudah macet karena pohon tumbang, kecelakaan, dst dst. I thought that we weren’t gonna make it. Tapi akhirnya kita sampai 30 menit sebelum pintu check in ditutup. Pfiuhh.. Sedih sedih lega. Tapi sedihnya lebih banyak. Saking sedihnya saya sempet mikir “duh.. harusnya sih saya nggak pulang kalau tau bakal sesedih ini. Kali ini ngga ada air mata di bandara. Tapi sediiiih banget harus pisah sama ibu, sama adik-adik, bapak, dan teman-teman.

Penerbangan Surabaya-Jakarta waktu itu penuh turbulensi, ngeri.. Lalu saya sampai Soekarno Hatta pukul 10.40, and guess what my flight was at 4 at morning. Dan saya nunggu lagi 5 jam. Setelah 9 jam penerbangan Jakarta-Qatar 9 jam, transit selama 4 jam, saya sampai di Istanbul jam 6 sore, dimana bus terakhir menuju Zonguldak adalah pukul 5.30 JJ hahahahhaha.. What a thing. Saya harus menunggu esok harinya pukul 1 malam hari, tapi selagi menunggu jam 1 malam itu saya sempat tidur di bandara 1,5 jam karena saya tidak bisa nyaman tidur selama perjalanan 2 hari itu. Lalu pukul 7 pagi harinya saya sampai di Kasur kesayangan saya disambut 3 teman yang sedang ngorok, dan saya juga akhirnya ikut ngorok.

Jadi kalau ditotal berapa jam dari Kediri menuju Zonguldak? :D












Sabtu, 04 Oktober 2014

2nd Year in Turkey. Welcome to the Reality.

Merhabalar,

Saat saya mengetik ini, saya ditemani oleh segelas milo panas di hawa yang sedikit dingin dan asrama sedang kosong karena ditinggal penghuninya yang pada pulang kampung karena Hari Raya Kurban. Dan  yahhh seperti biasa para yabancı (baca: yabance; e seperti pada pecel, arti: orang asing) yang sedang tidak punya uang akhirnya hanya bisa berdiam di asrama. Dan para yabancı yang punya uang biasanya akan berwisata, Istanbul, Ankara, Izmir, Canakkale, Konya, dll. Yasudahlah. Kok jadi nglantur.

Minggu ini sudah minggu ketiga kami memulai tahun pelajaran semester musim gugur. Memulai kuliah sebagai mahasiswa baru asing menimbulkan sedikit kekhawatiran. Di tahun pertama di kelas Tömer, it was the best year ever, kita seperti belajar di TK, mempelajari kata-kata baru, bermain drama, belajar membaca dan menulis karangan dan gurunya pun berbicara dengan lambat. Meskipun kelasnya sedikit padat, dimulai pukul 8 pagi sampai 3 sore, selama setahun kita tidak mempunyai beban sedikitpun. Tapi tahun ini berbeda, subjek - subjek mata kuliah sudah di depan mata dan yeah, terkadang dosennya tidak mentolerir kalau kami adalah orang asing.

Semester ini saya belajar 9 mata kuliah yang 3 diantaranya adalah kuliah lewat internet dan 6 sisanya face to face. Untungnya, dari 6 pelajaran ini sebagian besar sudah pernah saya pelajari di universitas sebelumnya. Entah apa yang akan terjadi kalo seandainya konsep accounting, ekonomi dasar, sebelumnya saya tidak tahu sama sekali. Yang menjadi masalahnya disini adalah ketika saya tidak paham istilah bahasa Turki yang seharusnya ketika di bahasa Indonesiakan akan mudah (yaiyalah). Tapi semakin banyak membaca inshallah kami akan semakin mengerti. Buku-buku yang harus kami ambilpun Alhamdulillah saya tidak perlu beli kebanyakan buku karenaaaaa.. teman sekamar saya tiga-tiganya adalah kakak kelas saya sejurusan. Nikmat mana lagi yang kamu dustakan. hahahaa

Tanggal 10 - 21 Oktober ini akan diadakan Ujian Tengah Semester yang juga akan menjadi ujian pertama kami di Turki. Semoga dengan keterbatasan bahasa dan keterbatasan yang lainnya kami bisa melewatinya dengan lancar. Amin.

Minggu, 20 Juli 2014

Mudik Internasional

Post ini ditulis ketika saya seranjang dengan teman kuliah saya, Fifi (facebook: fifi ulita), di Surabaya.

Kalau dihitung, saya sudah sekitar 15 hari semenjak saya pulang ke Indonesia. Sudah, bahagianya tidak bisa diungkapkan. Di rumah, di Indonesia, selain keluarga, yang sudah menjadi angan-angan ketika masih di Turki adalah makanan. Sebagai anak yang tidak kurus (ehm) dan suka makan, kangen makanan kadang bisa menjadi sebab homesick. Bahkan kepada pecel saja dulu saya kangen. Dan ketika disana, sesimpel makan sahur dengan nasi putih, sop ayam, dan sambel trasi sachet yang sudah dingin (yang dibawakan Bintang dan Nadira, terimakasih) membuat saya jadi terharu saking senangnya dan sedikit bisa mengobati kangen.

Nah, ketika disini saya seakan balas dendam. Pada saat puasa, setelah buka pun malamnya saya kerap ditemani Rosyi untuk makan lagi (ini aib). Entah pecel, soto, bakso, dan lain-lain. Padahal, waktu di Turki, karena berat badan saya naik 5 kg (iya Anda tidak salah baca), saya pernah bertekat untuk menurunkan berat badan lagi. Tapi, gagal. Setelah 10 bulan-an tidak bertemu makanan-makanan paling enak sedunia versi saya ini seakan saya kalap dan ketika berniat untuk diet selalu ada pikiran, "Nggak. Kamu ga boleh diet. Kamu ga bakal makan makanan-makanan ini selama setahun kedepan." (aib lagi) dan begitu seterusnya.

Oke. Cukup untuk membuka aibnya.

Untuk mudik lebaran bertaraf internasional kali ini (idih) kemarin dengan penuh perjuangan setelah mengumpulkan uang, akhirnya saya dapat membeli tiket Qatar Airways. Tiket ini saya beli 3,5 bulan sebelum tanggal keberangkatan. Karena pada waktu itu maskapai ini sedang mengadakan promo. Normalnya, tiket Istanbul-Doha-Jakarta ini berharga sekitar 700-800 euro, bahkan bisa lebih, tapi waktu itu saya dan Bintang bisa mendapatkan tiket sekitar 550euro. Lumayan.

Saya pulang bersama Bintang, mulai dari Ankara ke Istanbul, di Istanbul kami sempat belanja oleh-oleh. Dan sempat juga kami menginap di Ataturk Airport. Lalu sehari setelahnya, setelah gugup dan senang ngga jelas, akhirnya pukul 19.00 tanggal 5 Juli saya berangkat lewat bandara Sabiha Gokcen. Setelah 4 jam penerbangan, kami sampai di negara transit kita, Qatar. Qatar ini guys, bandara mirip mall. Konter-konter duty free-nya dirancang untuk nyaman berbelanja dan tentunya cukup besar. Dan tentunya saya hanya mampu melihat-lihat saja :').

Setelah 3 jam transit, kami naik pesawat lagi selama 11 jam. Kami tiba di Soekarno Hatta Airport sore hari. Setelah turun dari pesawat kami buru-buru berpisah dan menuju terminal masing-masing untuk melanjutkan perjalanan. Pukul 12 malam saya sampai di Kediri tercinta setelah dijemput oleh bapak dan adik.

Kira-kira begitulah cerita singkat saya pulang kampung kali ini.

mbambung di bandara
depan Sultan Ahmed, wifi gratis hahaha

partner perjalanan :p

weighty suitcase

bandara a.k.a mall

troli

emm. bandara




NB: Diketik oleh laptop baru makanya semangat. Hahahahahaha.

Jumat, 20 Juni 2014

G for Gaziantep, G for Glory, and G for Galibiyet

Beberapa waktu lalu, kami pergi Gaziantep untuk mengantarkan teman kami Dzenana (Bosnia Herzegoviana) dan Haki (Mesir) untuk mengikuti lomba berbicara bahasa Turki. Tetapi sempat kami tidak jadi berangkat karena ada beberapa masalah terkait dengan universitas dan pendanaan. Bahkan kami berbicara dengan rektor yang waktu itu sedang duduk di pojok Kampus Kafe lalu kemudian kami datangi. Oleh karena itu kami bahagia sekali ketika diputuskan kalau kita jadi berangkat.

Gaziantep adalah salah satu kota besar di ujung selatan Turki yang berbatasan dengan negara Siria. Dari Zonguldak yang berada di ujung utara Turki menuju Gaziantep diperlukan waktu sekitar 15 jam. Awalnya kami sempat khawatir bagaimana kita akan bertahan di bus selama 15 jam. Tapi akhirnya pada saat kita di bus suasana sangat enjoy. Kita bernyanyi sepanjang jalan, pas kita tidak lagi tidur tentunya.

Gaziantep ini terkenal dengan baklava dan kebapnya yang sempat kami coba juga. Akhirnya diputuskan bahwa kita akan berangkat sehari sebelum lomba untuk sedikit jalan-jalan di Gaziatep. Sesampainya di Gaziantep hari itu sangat panas, kami bersama mengunjungi Merkez (pusat kota). Hari pertama datang kami habiskan di Merkez dan malam harinya kami pergi ke sebuah mall.

Besoknya, setelah sarapan kami bersiap menuju tempat lomba di Gaziantep Üniversitesi. Di perlombaan ini diikuti oleh Tomer dari semua universitas yang mempunyai Tomer. Setiap Tomer yang berjumlah 14 universitas mengirimkan 2 wakilnya. Mereka berasal dari macam-macam daerah seperti Madagaskar, Afghanistan, Korea, Afrika, Srilanka, bahkan Indonesia. Dzenana mendapat urutan ke 5 dan Haki ke 25. Setiap peserta diberi kesempatan 5 menit untuk berbicara. Pada umumnya peserta tampil dengan baju kasual dan berbicara menjelaskan sesuatu. Ada beberapa pula yang tampil dengan baju khas daerah masing-masing. 

Dzenana tampil dengan kostum darah dan menjelaskan tentang negaranya, Bosnia, tentang pahitnya perang yang baru selesai di tahun 1992. (klik disini untuk menonton) Penampilan Dzenana mengundang decak kagum seluruh penonton karena penampilannya yang beda. Begitu pula Haki, ia menjelaskan tentang kebiasaan orang Turki.(klik disini untuk menonton) Tidak kalah menariknya cara berbicara Haki pun sempurna, bahkan salah seorang juri menanyakan, "Sen Türk müsün?" (Apakah kamu orang Turki?). Tapi waktu itu kami juga sedikit tidak percaya diri karena kami juga mengusung tema teater.

Setelah kurang lebih 2 jam, semua peserta telah tampil dan saatnya pengumuman. Kami sangat deg-degan sekali waktu itu. Bisa dibilang menuju Gaziantep ini kita pergi nekat. Seperti yang saya bilang diatas kami berangkat dengan sedikit masalah, nah jika kita tidak menang disini, malunya akan menjadi berlipat-lipat. Pemenang ketiga diumumkan, seorang dari Akdeniz Üniversitesi yang berkewarganegaraan Afghanistan. Lalu kedua, tuan rumah Gaziantep seorang Afrika. Lalu tibalah di saat pengumuman pemenang pertama. Saat itu kami separuh takut separuh berharap untuk menang. Saat juri berkata, "Bosnaaa! (Bosnia)" tanpa mendengar lanjutan kalimatnya kami sontak melompat bersama. Entah guru entah murid bahkan kepala Tomer kita. Kami senang luar biasa karena tahun lalu universitas kami juga memenangkan perlombaan ini dan tahun ini kita bisa mempertahankannya.

Hari itu kami sangat bahagia dan sangat capek. Sebagai hadiah kemenangan Kepala Tomer kami mentraktir baklava (meskipun cuma 2 potong :'( ) dan adana kebab. Oh iya kami sempat pula main ke Kebun Binatang di Gaziantep. Sepulangnya dari Gaziantep rasanya kami sudah menjadi keluarga. Meskipun diwarnai bau kaos kaki dan bau-bau lainnya kami semua sangat senang dan tidak ada sedikitpun rasa menyesal.

Artık Tömer bitiyor. Ama bu anı bizim en güzel anılarımızdan biridir. Unutmayın, arkadaşlık bitmez.



Hampir nyampe Gaziantep pada laper


Ceren Hoca dan ali Hoca







Adana Kebabi







King of sleepness

Selfie or özçekim

Gülbanu Hoca








kebun binatang






Champions














One more video hahahahaha:



Perempuan dan Tas Selempangnya

  Sudah lama saya mempunyai ide tentang topik ini. Berawal dari bahasan tentang pakaian pada waktu saya dan pacar bertelefon beberapa mala...