Translate

Selasa, 15 Oktober 2013

Benim Turk Babam ve Annem (Bayram Post)

Pertama-tama saya ucapkan kepada kawan-kawan pembaca semua, Selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H. Ini hari raya qurban pertama saya di luar Indonesia lho. hahaha. Di Turki, hari raya Qurban dirayakan secara besar-besaran. Di stasiun televisi, di pamflet-pamflet dan iklan di jalan, semua tentang bayram (hari raya). Bahkan, para orang tua juga memberi 'sangu' kepada anak-anak kecil dan libur nasional adalah sekitar 9 hari. Saya pikir ini sangat berbeda dengan di Indonesia. Karena di Indonesia menurut saya perayaannya biasa saja tidak seheboh di Turki.

Di bayram ini, semua mahasiswa tempat saya belajar pulang ke daerah asal mereka masing-masing. Kecuali yang kampung halamannnya unreachable seperti saya. Di blok asrama saya, satu gedung hanya tersisa 3 orang; saya, dan 2 orang teman sekelas tomer saya Sumaya dari Afghanistan, dan Dzenana dari Bosnia Herzegovina. Dua teman saya ini berencana pergi ke Kozlu, kota sebelah yang berdempetan dengan Zonguldak (pomone yo Kediri-Tulungagung). Saya ingin sekali ikut tetapi saya sudah mempunyai acara lain, yaitu makan-makan di Fatih Koleji hahahaha. Setelah kemarin malamnya Pak Aziz memberitahu saya bahwa ada acara di Fatih Koleji pukul 9 pagi, paginya saya menuju halte bus untuk pergi ke carsi (downtown) dan meneruskan perjalanan dengan berjalan. Tapi apa daya pada bayram ini sepertinya hanya sedikit sekali bus yang beroperasi. Akhirnya saya memilih menggunakan taksi dan setelah 10 menit saya sampai dan harus membayar 15 TL (kalikan 5700 saudara2 :") ). Sampai disana saya menunggu sekitar 20 menit sampai pak Aziz dan keluarganya datang. Saya langsung menuju lantai minus 4 (4 kebawah) dimana kantin Fatih Koleji berada. Disana sudah banyak sekali tamu yang datang. Kata ibu Mevludah, orang-orang yang diundang disini adalah hoca (guru) dari Fatih Koleji, universitas, guru hazirlik (preparation untuk ujian), dan para abla-abi. Menu yang dihidangkan hanyalah daging yang dimasak basah, saya tidak tau apa namanya, ekmek dan juga baklava. Tidak ada yang lain. Kata Ibu Mevluda, ketika bayram hanya ini yang dihidangkan. Baklava adalah pastry basah yang rasanya sangat manis. 

Sepulangnya dari Fatih Koleji, saya diajak menuju asrama wanita di downtown, awalnya saya tidak tahu untuk apa saya diajak kesini. Semua orang mulai menatap kearah saya karena wajah saya paling beda diantara mereka dan juga karena saya tidak bisa bicara bahasa Turki -_-. Tidak lama Ibu Mevludah memanggil saya menuju lantai 2 dan ternyataaaaa.. saya diajak makan lagi. Allahuakbar. hahaha. Kami tidak lama disitu, lantas kami pulang menuju kediaman pak Aziz. Nah, disinilah saya sekarang. Saya main bersama 3 putra pak Aziz; Asuman (cewek, 4th grade), Arif (cowok, TK), dan Mubina (3tahun). Meskipun dengan Turkce yang sangat parah buruknya, mereka mau main dengan saya, tapi karena saya punya tablet deng -_-. Disini saya diajak ibu Mevludah memasak masakan Turki karena sorenya akan ada tamu. Iseng-iseng saya bertanya pada obu Mevludah, "Jadi... Ibu bisa bicara berapa bahasa?". "Lima.." sahutnya. "Sebentar, apa saja bu? Turkce, Bahasa, Inggris, Uzbek, satunya apa?" saya mulai curious. "..Rusca, saya lahir di Rusia, dan bahasa pertama saya adalah Rusca". Subhanallah ibu ini..

Nanti malam, rencananya saya akan diajak menuju DemirPark (the one and only mall in Zonguldak) untuk bermain bowling. Hahahaha akhirnya saya main bowling juga. Saya sepertinya sudah dianggap keluarga oleh mereka, tapi saya ngga GR juga sih. Karena waktu pertama saya datang di Zonguldak dulu, Ibu Mevludah berkata pada saya, "Zahra sekarang ada di Turki orang tua jauh, sekarang ada saya dan Pak Aziz yang menggantikan mereka disini." hehehe alhamdulillah sekali, sebagai murid dari Indonesia pertama di Zonguldak saya sudah merasa terlindungi. Alhamdulillah. 

emm, tamu yang ditunggu sudah datang, dan maaf sekali post ini tidak ada fotonya. Hayirli bayramlar. Gorusuruz!

Minggu, 13 Oktober 2013

Safranbolu

Jadi..
Beberapa waktu lalu saya mengepost sesuatu di facebook. Yaitu foto saya ketika ada di Safranbolu and I put only few words there. Hanya mengupload satu foto dan there come a comment from my favorite hi-school teacher, Mr. Bambang, “It would be more interesting if you gave description of the place as long as one or two paragraphs. And that would make me jealous too. Lol” he said.

Sesungguhnya, saya ingin sekali meng-share apapun yang saya rasakan dan alami selama ada disini. Saya hanya perlu melawan  satu musuh yaitu rasa malas dan ribetnya menulis. Ya, sebegitu malaslah saya. Malam ini, 10 p.m. waktu Turki, saya mencoba memaksa diri untuk menulis. Tentang Safranbolu.

bukit yang tertutup salju
Sabtu lalu, tanggal 5 Oktober, Havva Abla ( saya akan jelaskan nanti :/ ), Tanta, dan saya pergi ke Merkez. Malam sebelumnya, Havva Abla sudah memberitahu saya bahwa besok kita akan pergi ke Safranbolu. Sebelumnya saya tidak tau apa itu Safranbolu. Havva Abla hanya berkata tempat itu sangat dingin, yah karena keterbatasan bahasa beliau tidak bisa menjelaskan dengan detail apa itu Safranbolu.

salah satu sudut distrik Karabuk
Jam 9 kami berangkat dari apartment menuju Merkezi dengan bus. Sampai Merkezi, ternyata kami sudah ditunggu sekitar 10 orang dan 1 mobil. Fyi, mobil carter di Turki sangat besar dan bisa memuat sekitar 15 orang. Safranbolu merupakan situs budaya yang terletak di distrik Karabuk, 90 km jauhnya dari Zongulda
k. Perjalanan dari Zonguldak menuju Safranbolu memakan waktu sekitar 2 jam. Karabuk ini adalah salah satu daerah yang sangat dingin karena berada di dataran yang tinggi. Di pegunungan yang kami lewati ada beberapa bukit yang puncaknyaterdapat sedikit salju padahal ini hanyalah musim gugur. Selama perjalanan, Abla-Abla lain dan para peserta tur memperlakukan saya dengan sangat baik meskipun saya belum bisa berbicara Turkish dengan mencoba berbicara bahasa Inggris seadanya kepada saya.

Sampai disana, benar saja. Angin sangat kencang dan sangat dingin. Saya merapatkan coat saya yang sudah rangkap 4 ini. Ternyata mereka menyewa seorang tour guide yang mengajak kami berputar area sekitar Safranbolu. Pertama kami mengunjungi sebuah bekas bangunan pemerintahan yang sekarang dijadikan museum. Untuk masuk ke dalam kami perlu memakai plastic di alas kaki kita untuk menjaga kebersihan museum. Masuk ke dalam bangunan tersebut yang terbesit dalam benak saya adalah setting film The Conju
lantai 2 museum
ring karena lantai dan langit-langitnya terbuat dari kayu dan catnya sudah agak kusam. Di dalamnya terdapat koleksi buku-buku tua, dan komputer-komputer tua. Ruangan-ruangannya sangat besar dan sepertinya dulu digunakan seperti kepentingan birokrasi dan lain sebagainya. Di lantai 2, terdapat koleksi baju-baju tradisional, senjata tradisional, dan ruang kerja yang dulu pernah digunakan gubernur setempat. Lalu kami menuju ruang bawah tanah, disana terdapat diorama-d
iorama. Yaitu kehidupan lampau Turki, toko permen tradisional yang menjual lokum (Turkish delight yang berupa seperti jenang tetapi agak keras dan sangat manis), dan apotek tradisional Turki.

90 meter, pemirsa.
Setelah itu kami berputar disekitar situs, banyak rumah-rumah tua yang masih dihuni. Banyak budaya-budaya setempat yang dijelaskan oleh tour guide tapi sayang sekali saya tidak mengerti -__-. Kami juga sempat mengunjungi hotel yang berada didalam kawasan Safranbolu. Di sekitar area, tidak hanya  ada satu masjid, tapi banyak masjid dan semuanya mempunyai nilai historis.  Setelah selesai mengunjungi semua area, kami menuju tempat parker untuk menuju ke Kristal Teras. Kristal Teras berjarak sekitar 3 km dari Safranbolu. Kristal teras sebenarnya hanyalah kafe biasa yang menjual makanan dan minuman. Yang berbeda adalah mereka mempunyai balkon yang sangat besar. Untuk masuk ke Kristal Teras, biayanya adalah 3 TL. Awalnya saya sangat bersemangat karena pemandangan disekutar Kristal Teras sangatlah indah. Setelah saya menapakkan kaki di balkon raksasa tersebut, ternyata balkon tersebut terbuat dari kaca dan TRANSPARAN. Kata Edda (BEUn, tingkat 1), teman saya di perjalanan itu yang bisa berbicara bahasa Inggris, kurang lebih ketinggiannya adalah 90 meter. Aaaah tambah keder saja saya karena saya sangat takut pada ketinggian. Setelah berfoto seadanya saya segera kembali ke pangkal balkon dan hanya melihat orang-orang yang berfoto disekitar balkon. Setelah puas berfoto-foto, peserta tour kembali ke mobil dan menuju area Safranbolu lagi untuk berbelanja dan lain-lain.

Turkish coffee
Sekembalinya dari Kristal Teras, saya diajak Edda dan beberapa abla untuk ngopi, Turkish Coffee, they said. Kami dan sang tour guide berjalan menuju salah satu kafe tradisional yang sangat unik yang ternyata di-owner-I oleh kerabat sang tour guide. Disana banyak turis Asia yang yang sudah duduk duluan. Saya pun tidak sengaja over-heard, “I came from Hongkong, okay, enjoy the coffee”. Kopi Turki ini ukurannya sangat kecil. Rasanya tentu saja pahit, dan untuk menetralisirnya kami diberi jus berry. Harga pergelasnya adalah 5TL. Setelah meminum kopi kami didatangi oleh seseorang, kata Edda dia menawarkan untuk membaca masa depan kami melalui ampas kopi kami. Memang ampas kopi ini sangat banyak, dari segelas kecil itu, ampasnya bisa seperempatnya. Caranya dalah dengan cara menangkupkan lepeknya dan membalik gelasnya hingga pantat gelasnya dingin. Setelah itu dibalik dan tetesan yang menuju lepek tadi akan dibaca. Saya ingin sekali diramal utuk coba-coba saja, tapi para abla melarang saya karena mereka bilang kita muslim, kita tidak percaya pada ramalan. Hahaha. Setelah minum kopi, Abla-Abla menuju masjid untuk solat, dan saya yang berhalangan menunggu di luar masjid dan sisanya berbelanja.

Jam sudah menunjukkan pukul 5.30, cuacanya sangat dingin dan angin sangat kencang. Saya melihat salah seorang peserta tur yang hanya memakai legging menggigil kedinginan dipeluk temannya (siapa suruh pikir saya hahaha). Sebelum pulang, kami mampir makan malam di rumah kerabat salah satu Abla. Untuk hospitality, saya akui, orang Turki juaranya. Saya sampai sungkan sendiri kadang-kadang ketika diperlakukan terlalu ramah. Mereka menghidangkan 4 macam makanan untuk jumah kami yang  15 orang. Setelah makan, kami berwirid sebentar. Wirid merupakan doa sehari-hari yang bisa disebut sebagai budaya Turki. Setelah selesai kami berpamitan. Begitu keluar, kami disambut oleh udara yang sangat menusuk sehingga bahkan hanya beberapa detik saja di udara bebas sampai di mobil kami semua menggigil. Jam 7.00 malam kami kembali ke Zonguldak dengan sangat senang tapi juga sangat capek. Itulah pertama kali saya pergi ke keluar kota sejak tinggal di Zonguldak. Terimakasih kepada Havva Abla sudah ajak saya :)

tambahan foto:
Safranbolu
pintu masuk area Safranbolu
rombongan tour
saya dan Edda
signs
landscape from the hill
hos geldiniz 
in front of the building
mr. martens wore a plastic
the old village 

old dresses collection, lurus itu adalah ruang kerja gubernur

me. hehe

old books. medical.

sweets. seker. lokum.

ex-hospital

tarihi cami

otel

village

around Kristal Teras

soguk

Kristal Teras

Coffees

Dough making

traditional cafe

what i bought from Safranbolu

Sabtu, 12 Oktober 2013

Cerita dari Turki (1)

Rasanya masih seperti mimpi. Sudah hampir 2 minggu saya sampai di negri dua benua ini, Turki. Cuaca sudah mulai dingin ketika saya datang, permulaan musih gugur. Pertama saya akan bercerita dahulu tentang bagaimana seorang cewek berumur 18 tahun bisa menjangkau Turki, bukan di kota besarnya seperti Istanbul atau Ankara, tetapi di daerah sepanjang Laut Hitam, provinsi Zonguldak dimana saya adalah calon mahasiswa Indonesia pertamanya.

Saya berangkat dari Indonesia tanggal 29 September 2013, 2 hari setelah ualng tahun saya, hari itu keberangkatan saya diiringi linangan air mata. Di terminal internasional gate D2, masih ingat sekali saya di hari itu terus memandangi kaca. Di baliknya, ada bapak saya yang menunggui saya selesai check in. Sudahlah, lupakan. Mengingat semua sebelum berangkat hanya akan membuat homesick kambuh. hehehe. Sampai di Ataturk International Airport sekitar pukul 06.30 waktu setempat bersama 25 orang lainnya yang mendapat kampus tersebar diseluruh penjuru Turki. Waktu Indonesia barat dan waktu Turki mempunyai perbedaan waktu 4 jam. Setelah turun dari pesawat, mereka yang mempunyai connecting flight menuju kota mereka masing-masing berpisah dengan kami yang akan melanjutkan perjalanan dengan bus. Diluar, kami sudah disambut oleh kakak PPI Istanbul yang akan mengarahkan kami menuju kota masing-masing. Sebetulnya, untuk menuju kota masing-masing, kami tidak perlu mengeluarkan uang lagi karena akomodasi dan transportasi kami akan diurus oleh YTB (pihak pemberi beasiswa). Tetapi ketika salah satu dari kami bertanya dimanakah stand YTB berada kepada salah satu petugas bandara, mereka mengatakan baru saja kemarin stand YTB dirobohkan. Yang bisa kami lakukan hanyalah pasrah.
Kota besar selain Istanbul seperti Ankara, Izmir, Erzurum dan sebagainya sudah tentu mudah dijangkau terutama mereka sudah mempunyai bandara untuk dijangkau melalui connecting flight. Sedangkan Zonguldak merupakan sebuah kota kecil dipinggir Laut Hitam yang mempunyai tambang batubara. Sebelumnya, saya sudah melihat direktorinya dari google map dan ternyata berjarak hanya 3 jam dari Istanbul. Saya, dan 2 teman saya; Nadya (Bursa, Uludag University) dan Roida Hasna (Canakkale, COMU) diantar oleh Kak Abieb (Istanbul University, tingkat 3) menuju Otogar. Otogar adalah tempat berkumpulnya seluruh kantor perusahaan bis yang mempunyai terminal sendiri dibelakang masing-masing kantor mereka. Perjalanan menuju otogar tidaklah mudah. Kami, 3 cewek yang masing-masing membawa koper dan tas jinjing berberat total kurang lebih 30 kg per orang (limit yang diberikan Turkish Airlines sebetulnya hanya 20kg, karena kami mengajukan permohonan penambahan kuota dengan alasan kami akan pindahan dan akan tinggal setahun akhirnya jadilah kuota menjadi 30 kg. Wes gratis, njaluk luwih sisan hahahaa). 
Perjalanan dari bandara menuju otogar ditempuh dengan tram sekitar 20 menit. Setelah sampai di stasiun otogar, kami menggeret koper kami sejauh sekitar 1 km dengan susah payah. Setelah itu, Kak Abieb mencarikan kami tiket satu persatu. Tiket menuju Zonguldak harganya adalah 40 TL (Turkish Lira). Dia bilang, perjalanan akan memakan waktu 6 jam. Saya sangat kaget waktu itu karena berbeda sekali dengan bayangan saya sebelumnya. Berarti saya akansampai di Zonguldak kurang lebih pukul 6 sore. Waktu itu, jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang, jadwal keberangkatan saya adalah pukul 12.30. Kak Abieb segera mengantar saya menuju terminal dimana bis saya berada. Setelah berada di dalam bis, yang saya rasakan adalah sangat lelah dan lapar. Makanan terakhir yang saya makan adalah sarapan waktu di pesawat, pukul 5 paginya. Tapi saya rasa energinya sudah habis saat membawa koper kami menuju otogar.
Di dalam bis, saya mencoba tidur meskipun semua orang melihat ke arah saya dari tadi, mungkin karena wajah saya sangat berbeda dengan wajah kaukasian mereka, seperti bule bila di negara kita hahaha. Alhamdulillah didalam bis ada servis berupa makanan kecil dan minuman. Kondektur bus yang menawarkan minuman berbicara pada penumpang lain di depan saya, saya langsung mengambil tablet saya dan membuka kamus, apa arti dari teh karena saya ingin minum teh. “Cay” saya berkata pada pak kondektur. Resmilah, Cay adalah kata Turkish pertama saya. Setelah setengah perjalanan, bus sempat berhenti di seperti sebuah pusat oleh-oleh yang dikunjungi banyak bus.
Seperti yang sudah saya katakan didepan, saya adalah mahasiswa Indonesia pertama di Zonguldak, entah harus bangga atau sedih. Di kota lain, paling tidak sudah ada 2 atau 3 orang pendahulu yang dapat dimintai tolong oleh para junior yang baru datang. Sebelum berangkat, saya sudah menghubungi PPI Ankara, karena base PPI yang paling dekat adalah di Ankara. Sekedar informasi, Zonguldak-Ankara kurang lebih 5 jam dengan bus, bisa dibayangkan bagaimana unreacheable-nya Zonguldak sebelum saya sampai. Saya bertanya kepada mereka adakah yang bisa membantu saya disana sampai saya bisa meregistrasi semuanya. Mereka menjawab, karena rombongan junior ini datang di hari Senin, banyak yang tidak bisa membantu karena mereka semua sedang kuliah dan kemungkinan saya akan diserahkan kepada pihak YTB yang pastilah tidak bisa berbahasa Indonesia. Saya sangat khawatir setelah mendapatkan kabar tersebut sampai tidak bisa tidur.  Tapi saya pasrah saja dengan keadaan sampai akhirnya sebelum keberangkatan saya ke Zonguldak, Kak Abieb memberitahukan, sesampainya disana saya akan dijemput oleh seorang guru yang sedang mengajar disana, Pak Abbas, seorang guru dari Aceh yang sedang mengajar bahasa Inggris di sebuah sekolah dasar di Zonguldak, Fatih Koleji. Alhamdulillahirabbil alamiiiin.. Pak Abbas menjemput saya bersama guru lain, Pak Aziz, seorang Uzbekistan yang tinggal di Turki dan pernah bekerja dan tinggal dengan keluarganya di Indonesia selama 5 tahun.

Jadi itulah sepenggal cerita saya selama beberapa hari sampai di Zonguldak. Lain kali inshallah dilanjutkan. haha

Perempuan dan Tas Selempangnya

  Sudah lama saya mempunyai ide tentang topik ini. Berawal dari bahasan tentang pakaian pada waktu saya dan pacar bertelefon beberapa mala...