Translate

Selasa, 24 Oktober 2017

Tahayul Turki: Nazar Boncuğu

*tulisan kali ini disponsori oleh males belajar alias kabur dari ujian mid-term seminggu lagi*

Pohon Nazar Boncugu - Kapadokya

Puji syukur kali ini saya diberkati ke-excited-an untuk menulis dan alasan-alasan lain yang mendorong saya untuk menulis tentang Nazar Boncuğu.

Sebetulnya saya tidak pernah tertarik untuk menulis tentang Nazar Boncuk ini. Tapi gara-gara satu peristiwa yang menurut saya aneh (atau kebetulan) yang membuat saya amazed lalu saya jadi tertarik untuk menulis tentang satu tahayul diantara banyak tahayul di Turki. Jadi begini:

Minggu kemarin, saya diundang sarapan di apartemen teman sekelas saya (kenapa nggak lunch atau dinner? Tunggu di tulisan saya tentang Kultur Sarapan Turki). Kami mulai makan di balkon apartemennya sambil ngobrol, nggosip, dan guyon-guyon. Lalu setelah makan dan foto-foto pastinya, sang tuan rumah, Busra, menawari kami untuk minum kopi Turki. Lalu salah satu diantara kami menyeplos, “Wah, sekalian kamu liat ya nanti cangkirnya!”. “Beres.” Busra menjawab dengan tenang. Lhah. Selama 4 tahun saya sekelas dan merhaba-merhaba-an dengan mereka kok saya baru tau mereka bisa baca fincan (baca fincan: membaca/meramal apa yang terlihat di cangkir). “Lhoh aku kok ngga tau kalian bisa baca fincan? Kalau gitu aku yang pertama kamu lihat ya!” saya langsung curi start hehe (tulisan tentang ramal meramal kopi Turki akan dibahas di tulisan selanjutnya). Ternyata cangkir teman saya sudah siap terlebih dahulu karena saya minum terlalu lambat. Disela menunggu cangkir saya dingin teman yang duduk disebelah saya, Tugce, sedang membaca  cangkir teman saya yang lain. Lhah dua kali. Ternyata dia juga bisa membaca.

Akhirnya Tugce selesai membaca satu cangkir teman saya. Lalu saya bilang pada Tugce, “Tugce, nih kamu lihat dulu saja sebelum dilihat Busra.” “Oh iya mana.” Kata pertama yang dia ucapkan adalah “OHA!”. Oha adalah kata-kata orang Turki untuk mengapresiasikan kekagetan dengan sedikit tidak sopan (bila digunakan untuk orang yang lebih tua). “Ada mata (nazar) besar sekali disini.” Kata Tugce. “Iya saya tadi juga lihat.” Kata Busra dari seberang meja. Kali itu saya tidak begitu paham dengan konsep nazar lalu saya hanya jawab “Oh”.

Lalu Tugce menyebutkan hal-hal yang dilihat di cangkir saya dengan lugas, lancar, dan yakin. Kata dia, ada seseorang yang memandang saya dengan sangat intens atau bisa jadi dengan penuh kekaguman sehingga menimbulkan nazar itu tadi. Saya masih menduga-duga nazar itu datang dari siapa. Menurut dia, ada sosok laki-laki yang saya sedang bertengkar dengannya, lalu dia melihat ada sosok 3 orang cewek di sekitar saya yang menurut Tugce kalau saya terlalu dekat bisa meruwetkan urusan, tapi kata dia ada garis diantara cewe-cewe tersebut yang artinya saya sudah menjaga jarak dengan mereka. Lalu Tugce menyebutkan ada beberapa jalan/perjalanan yang akan saya alami, dan beberapa hal lain yang saya tidak ingat.  Busra pun mengatakan hal yang tidak jauh beda, namun ada satu hal yang sangat ingat, bahwa di cangkir saya muncul seorang wanita yang mendukung saya dalam hal apapun. Saya langsung teringat ibu.

Hari ini saya berniat meresearch tentang nazar. Saya membuka laptop saya dan berniat bikin teh. Perlu diingat saya bukan tipe orang yang ceroboh hehe. Namun entah kenapa waktu itu saya mau pergi mencuci gelas, gelas yang saya genggam, gelas kesayangan saya yang baru saya beli beberapa minggu lalu, jatuh atau mungkin tergelincir dari tangan saya dan pecah di lantai. Ketika saya terlihat sedih melihat sisa-sisa pecahan gelas kesayangan saya, Yasemin, teman sekamar saya berkata “Lah, harusnya kamu jadi tenang dong nazarnya sudah hilang kena gelasmu”. Lalu saya bingung, “Emang kalau kena nazar segitu jeleknya apa?” kata saya masih sedih kehilangan gelas. “Ada orang yang sampai mati kena nazar” kata dia.  Saya ingat terakhir kali saya memecahkan gelas adalah ketika saya masih di kelas preparation bahasa Turki, kala itu teman saya juga bicara soal nazar.

Lalu saya cari tau bagaimana kepercayaan orang Turki terhadap nazar. Saya menemukan satu web yang membahas tentang nazar. Menurut Institusi Bahasa Turki (Turk Dil Kurumu TDK) Nazar: Keburukan atau ketidak-beruntungan (nazar/goz) yang diberikan oleh orang-orang tertentu yang melihat seseorang atau sesuatu dengan kekaguman atau kecemburuan. Seperti misalnya, orang yang iri dengan mobil seseorang, dipercayai bisa memberi energi negatif dan bisa menimbulkan hal buruk seperti kecelakaan. Atau ketika kita melihat bayi yang sangat lucu di jalan, ibunya pasti bilang, jangan lupa bilang MashaAllah. Nah, disinilah Evil’s Eye dan ucapan MashaAllah berfungsi. Menurut kepercayaan, Nazar boncuk ini tadi bisa menyedot energi negatif dari kekaguman atau kecemburuan.

Sering ketika sesuatu terjadi kepada barang baru/bagus atau seseorang yang cantik/ganteng/bayi lucu/orang dewasa yang lucu *eh orang Turki sering kali menyalahkan nazar atau ketidak-beruntungan. Bahkan teman saya suatu kali pernah memuji baju saya (atau apa ya saya lupa) dia berkata, “kalau kena nazar itu pasti dari saya, soalnya saya suka sekali.”

Nazar boncuk ini biasa di pasang di pintu-pintu rumah, mobil, bahkan baju anak agar terhindar dari ketidak-beruntungan. Nazar boncuk ini biasanya terbuat dari kaca. Nah, jadi seperti itulah kepercayaan orang Turki tentang nazar dan mengapa mereka memasangnya di setiap sudut mulai dari ukuran seukuran manik gelang hingga sebesar telapak tangan orang dewasa.


Ada yang minat titip mungkin?

Tim Sarapan - Temukan Tugce dan Busra di gambar ini. Lol.


kopi Turki made by Busra
cangkir yang siap diramal

Minggu, 15 Oktober 2017

Untuk Sahabat Lama dan Kenangan di Krakow

Sekarang musim gugur di Zonguldak. 10-13 derajat setiap harinya. Lalu aku teringat Polandia. Tapi Polandia tidak sehangat ini, aku ingat aku harus pakai 3 lapis kaos kaki ketika harus keluar asrama.

Lalu entah kenapa aku teringat Krakow. Krakow adalah salah satu kota tua di Polandia. Krakow adalah kota terindah dan klasik juga bisa dibilang romantis yang pernah kita kunjungi sela pertukaran pelajar di kala itu. Dingin juga membawa ingatanku kembali ke Krakow. Entah mengapa. Mungkin karena kita kedinginan mulai dari waktu kita turun dari kereta sampai kita akan naik kereta lagi menuju Katowice. Mungkin karena kita kedinginan ketika mengitari area kota tua di tengah kota Krakow di antara bangunan-bangunan tua bekas perang dunia.

Kita putar-putar hari itu. Makan pierogi, minum sup tomat khas Polandia, makan dessert khas Ceko yang aku lupa namanya namun kita tidak bisa habiskan waktu  itu. Di sela tur, aku kedinginan dan minta berhenti di sebuah kafe. Sebetulnya kafe yang biasa kita kunjungi di Katowice, tapi karena sekali lagi, Krakow, tempat spesial, setiap sudut terasa indah. Kafe itu tepat di pojokan depan gereja St. Barbara, ada ibadah waktu itu. Kita memesan kopi dan pastry masing-masing dan duduk di salah satu kursi untuk 2 orang, sama-sama lelah. Tapi kita tetap menemukan bahan obrolan, tidak seperti sekarang sikap kita yang berusaha menutup obrolan meskipun aku tau kita berdua menahan mati-matian untuk sekedar saling sapa.

Hari menjelang malam dan jam tiket kereta sudah mendekat, terakhir kita melihat seorang ahli besi di tengah kota tua.  Aku tau kamu sangat kagum dengan hal seperti itu, bahkan kamu mencoba menawari membelikanku pedang-pedangan dari kayu. -_-


Memang setiap hal yang terjadi adalah skenario yang paling baik, kata optimist. Aku juga berusaha percaya, untuk mengobati rasa ingin kembali menjadi sahabat, saudara super dekat, seperti dulu. Semoga apapun yang telah terjadi dan akan terjadi kepada kita dan satu sama lain adalah takdir terbaik yang disiapkan untuk kita.

pintu masuk menuju kota tua

monumen di tengah kota tua

Wawel Castle

Wawel Castle 2

Perempuan dan Tas Selempangnya

  Sudah lama saya mempunyai ide tentang topik ini. Berawal dari bahasan tentang pakaian pada waktu saya dan pacar bertelefon beberapa mala...