Translate

Minggu, 22 Desember 2013

Selamat Tanggal 22

Mulainya dari mana ya.
Oh oke. Dari tanggal 20 kemarin, di BBM, si ibu sudah memasang status tentang ibu, aneh sekali sih menurut saya, karena si ibu tidak pernah se-melow ini, mungkin ibu lagi kangen umik (saya panggil ibu dari ibu saya umik). Status tersebut merupakan potongan syair yang berbunyi:

Ibu, aku bersaksi
Engkaulah perempuan rupawan
Yang berwajah senyum menawan
Pantulan kebersihan hatimu yang hasan
Aku bersaksi engkaulah guru pertamaku
Yang mengajari  kasih sayang sejati
Yang mengajari mulai dari membuat titik
Lalu menjadi  garis-garis dan aksara yang berarti

Ibu, aku bersaksi
Engkaulah seniman yang membimbingku siang dan malam
Kepada keindahan semesta alam
Menuntunku menirukan suara-suara merdu
Menirukan tarian dahan-dahan yang bergoyang
Menyalin pemandangan dan panorama
Dan menuliskan segala pesona

Ibu, aku bersaksi
Engkaulah patriot panutanku
Yang tak henti mengingatkanku
Tentang cinta tanah air tempat aku lahir
Tempat aku mewujud dan bersujud

Ibu, aku bersaksi
Engkaulah mursyidku
Yang mengenalkanku pada Khalikku yang sukur
Berdzikir dan tafakur
Yang melatihku antara khauf
Rajaku yang membaur menyerap kasih sayang ilahi yang luhur.”

Bodohnya, saya tidak menyadari kalau itu berkaitan dengan Hari Ibu. Saya tanya beliau, “Ibu kenapa kok statusnya begitu?”. “Nggak papa, itu punya Mustofa Bisri, bagus ya.”
Besoknya, saya BBM beliau, “Ibuk, selamat hari ibu, semoga bisa merayakan hari ibu sama-sama nanti pas aku jadi ibu :p I love U”. “Amiiin” jawab beliau dengan emotikon peluk dan love love di akhir pesannya. Dan tebaklah, apa yang terjadi. Tiba-tiba saya homesick.

Ketika saya menulis ini pun, saya sedang chat dengan beliau, saya bertanya siapa yang menulis puisi tersebut, ibu menjawab, “Itu dari Jawa Pos tanggal 20 kemarin, tak kirimin ya..”

“Tak kirimin ya, mbo tulis di blog-mu keren ini..” ...

It was like a lot, right? But she wrote it by herself; she copied that form newspaper, for me, that I can write that poem here. I don’t know, for me it is too much, but she did.

Sebelumnya, saya tidak pernah begitu peduli dengan hari Ibu. Karena yah, sebelum sejauh ini, ibu selalu ada disamping saya. Jika saya membutuhkan beliau, saya bisa langsung manja-manja sama beliau, karena dekat. Dan saya pun ada untuk beliau, meskipun tidak selalu sih. Dan sekarang, jarak membuat semua semakin terasa.

Tanggal 22 Desember kali ini, menjadi sedikit lebih berbeda, lebih berarti. Dan entah setelah membaca post lama tentang bapak yang mengantar saya ke bandara dan menunggu diluar kaca antrian check-in, lalu melihat foto-foto sebelum berangkat, tiba-tibalah homesick. Dan yah, air mata tak terbendung. Ibu bilang, “Jangan dipikirkan, nanti akan datang juga hari-hari itu (pulang ke Indonesia), nangis aja gak papa sekarang biar lega, nanti nulisnya biar ada ide. Hehehehe” dan tambah deras pulalah air mata yang keluar. Cupu.


Sekali lagi kawan, wanita-wanita, bayanlar, women, banat, Happy Mother’s Day. 

Perempuan dan Tas Selempangnya

  Sudah lama saya mempunyai ide tentang topik ini. Berawal dari bahasan tentang pakaian pada waktu saya dan pacar bertelefon beberapa mala...