Translate

Tampilkan postingan dengan label indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label indonesia. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Oktober 2021

Perempuan dan Tas Selempangnya

 Sudah lama saya mempunyai ide tentang topik ini.

Berawal dari bahasan tentang pakaian pada waktu saya dan pacar bertelefon beberapa malam kemarin. Entah bagaimana akhirnya pembicaraan kita sampai pada baju yang bisa dan tidak bisa dipakai di Indonesia.

Lhah emang ada baju yang ngga bisa dipakai?

Ya selain baju winter, baju yang tidak menjadi ‘budaya kita’ juga tidak bisa dipakai. Tau kaaan kalau ada yang lewat terus diliatin seisi kafe. Nah, baju seperti itu yang tidak bisa dipakai juga. haha

Ada suatu kejadian yang membuat saya menjadi concerned perihal tata berpakaian ini. Khususnya di Kediri ya, I can’t say for other places. Kejadiannya adalah waktu itu (pre-Corona) saya dan teman-teman sekumpulan yang kebanyakan teman SMA, sedang nongkrong di depan café kita yang sekarang sudah tutup permanen. Kami minum kopi, bercanda, bergosip, tipikal kegiatan yang biasa dilakukan orang-orang ketika ngopi. Lalu sebelum jam tutup, saya diajak seorang teman cowok dari kumpulan itu untuk mampir ke toko vape, kebetulan saya mau beli liquid juga waktu itu. Di jalan di atas motor tiba-tiba dia berkata,:

Dia:      “Eh, kalau bisa kamu jangan pake baju kaya gitu, ya.”

Aku:     “Lhah emang kenapa?”

Dia       :“Tadi kamu difoto sama si Blabla, dimasukin grup anak-anak.”

Aku:     “HAH?! Sumpah?! Asu tenan.”

Dia:      “Makanya jangan pakai baju kaya gitu.”

Aku:     “HAH GIMANA?!? Kamu ngaceng liat aku pake baju kaya gini?”

Dia:      “Ya engga lah, tapi ya kan orang beda-beda.”

Aku:     “Lha kalau otak temanmu yang rusak kenapa aku yang disuruh ganti baju?!?”

Dia:      “Yasudah pokoknya jangan pakai baju gitu lagi, daripada jadi bahan omongan..”

Aku:     “Terimakasih ya sudah bilang.”

 

Di poin ini pasti kalian semua penasaran, seorang Sasa pakai baju apa sih kok sampe difoto orang dan dimasukin grup dijadikan bahan omongan? Waktu itu, saya pakai celana kulot hitam, baju lengan panjang leher agak lebar.

(gambar diambi dari olshop di tokped hhe)

Coba kasih pendapat di comment ya bagaimana pakaian saya.

 

Mungkin ya, mungkiiiin, saya agak denial. Denial terhadap kebiasaan orang Indonesia yang masih suka mengomentari pakaian orang. Ya umumnya dimana pun semua orang masih membicarakan satu sama lain, termasuk cara berpakaian yang agak berbeda atau sedikit terbuka (menurut orang kita). Namun pengalaman saya di Turki, ada seorang kawan berhijab, bergandengan berangkulan dengan kawannya yang memakai singlet saat musim panas adalah hal yang amat normal. What is wrong with it, karena berteman tidak berdasarkan pada cara berpakaian kan?

Yah tidak usah jauh-jauh membicarakan teman sekumpulan saya yang kelakuannya sudah masuk ke kategori Sexual Harassment tadi, orang-orang terdekat kita pun masih terekspos kebiasaan mengatur pakaian perempuan, yang tentu saja masih termasuk patriarki. Pacar saya termasuk orang yang jauh dari kata patriarki. Dia mau masak, dia mau bersih-bersih, dia tidak pernah mengkotak-kotakkan perkerjaan domestik sebagai pekerjaan khusus perempuan. Tapi soal cara berpakaian, dia tidak bisa untuk tidak mengingatkan saya untuk: tidak merunduk ketika mengenakan kaos, menaruh selempang tas ke arah depan (agar belahan dada tidak terlalu terlihat), memakai kaos yang agak longgar, dll. Alasannya adalah (kutipan langsung tapi dipersopan)

            “Karena aku gak suka/jealous kalo pacarku jadi liat2an orang2 yg cari-cari.”

Karena dia khawatir kalau ada orang yang sampai ngeliatin dan bikin saya tidak nyaman. Reaksi saya sebagai perempuan adalah, ya maklum saja dia berpendapat seperti itu, mungkin karena dari pengalaman pribadi dan dari lingkungannya bahwa cowok-cowok (dan cewek-cewek) itu bisa se-pervert itu. Bisa saja dia tidak peduli jika ada orang yang ngeliatin, kan yang norak mereka. Tapi mungkin yang menjadi fokusnya adalah apa saja yang bisa dilakukan cowok-cowok itu ketika melihat pakaian yang sedikit saja terbuka. (Mungkin ya, mohon koreksinya pak Bruno).

Membicarakan cara berpakaian perempuan juga bukan hobi cowok-cowok saja sih. Malah banyak dari sesama perempuan sendiri. Rambut aneh dikit, baju aneh dikit, sepatu aneh dikit dikomentari dishare ke teman via DM. Tetapi tidak dipungkiri, membicarakan topik ini menampar saya sendiri. Saya ingat sekali sekitar tahun lalu saya diajak bergosip oleh seorang teman, tentang seseorang yang pakai baju mini, “kaya di Bali saja” ceunah. Saya menimpali waktu itu, “lah iya lagian ngapain di Kediri pakai baju seperti itu?”, lah saya siapa berbicara atas nama Kediri, menghakimi cara berpakaian dia. Apakah membuat diri kita semakin baik? Saya sadar sekali betapa sangat ingin menjadi lebih baik daripada orang lain dengan menjelekkan mereka, waktu itu. Saya menyesal sekali sudah berstatement seperti itu.

But we really are worse than them when we spend our time judging them, while they spend theirs enjoying life.”

Teruntuk temanku, yang dulu memfoto dan menyebarkan fotoku tanpa sepengetahuanku, semoga kamu baca, it’s not okay to do what you did, I hope your daughter and son, and your wife will never encounter someone like you.

Teruntuk temanku sesama perempuan, let’s support each other. Sudah banyak ketidakadilan terhadap perempuan yang harusnya kita bantu untuk mengurangi. KDRT, ketimpangan upah, hak maternity leave, stigma-stigma buruk terhadap perempuan hal-hal itulah yang harusnya kita usahakan. Bukan buang-buang waktu membicarakan cleavage orang kelihatan.

 

Salam.

Jumat, 06 Maret 2015

Mudik Internasional (2)

Hehe. Tulisan ini adalah alasan. Bahane. Biar saya bisa meninggalkan buku-buku pelajaran saya yang seabrek dan belum terbuka sama sekali.

..

Seperti yang sudah saya bilang di post bawah, Januari kemarin pas liburan winter saya sempat pulang. Yuhu ke Indonesia tanah air beta. Dan, sebenernya postingan ini agak gak penting sih untuk di share, tapi pengalaman sebelum dan sesudah pulangnya yang lumayan ngeri  seru yang ingin saya share.

Waktu itu sesudah ujian vize (UTS), setelah stress sampe sakit dan ngga sembuh-sembuh karena ujian, lalu kebanyakan begadang terpaksa belajar selama sebulan penuh. Kenapa saya jadi lebay begitu? Karena saya ngga ngerti akan seberapa susah atau mudahnya ujian-ujian nanti. Itu ada factor utama yang bikin saya stress. Dan saya yang bener-bener selama 1 bulan tidur jam 5 pagi bangun jam 12 siang (kadang saya skip kelas (ga perlu dicontoh))  lalu kuliah sampe sore dan makan dan belajar lagi. Because we, me and my roommates, found out that study after 11 at night is the most effective time for us to study. Kita menemukan mood dan keinginan belajar di jam-jam tersebut, selain jam 11 keatas tidak ada yang ribut sih.

Beberapa hari menjelang selesai vize, tiba-tiba dini hari sekitar pukul 4 waktu Turki (Indonesia pukul 9) Ibu saya bbm, percakapan biasa lah lagi apa, temen sekamar lagi apa, liburan winter mau kemana, dst dst. Saya bilang liburan winter mau ke tempat Nana dan Mbak Ida di Canakkale. Nana dan Mbak Ida adalah bisa dibilang orang terdekat di Turki sih, meskipun mereka tinggalnya di ujung Akdeniz sana. Nana adalah murid Indonesia dari Magelang, dan Mbak Ida adalah orang Surabaya yang menikah dengan orang Turki. Anyways, tiba-tiba juga Ibu chat “dari pada kamu di sana jalan-jalan sama nyari makan sendiri jatohnya juga ngabisin uang saku mending pulang aja kamu”, demi apa. Ya siapa juga yang ngga senang disuruh pulang. Tapi banyak alasan juga sih yang sebenarnya menghalangi saya pulang, seperti saya harus menunggu ujian remedy (butunleme) dimana saya ngga tau ada pelajaran yang ngga lulus atau tidak, dan juga harga dollar yang cukup mahal saat itu. Dengan segala bujuk rayunya dan iming-iming dibayari uang tiketnya, akhirnya saya setuju buat pulang dan gambling dengan butunleme tadi, kalau saya ada yang tidak lulus berarti nasib saya buat mengulang tahun depan tanpa ikut ujian remedy. Akhirnya besok lusanya setelah dioyak-oyak Ibu lagi untuk beli tiket, malam hari (ditengah got kamar mandi kamar saya yang buntu mengakibatkan banjir jorok di kamar) setelah memilih-milih maskapai saya akhirnya memesan maskapai langganan (weits) Qatar Airways. Alhamdulillah.

Paginya, jeng-jeng!! Saya lupa kalau resident permit (ikamet) saya lagi diurus perpanjangannya di kantor polisi. Kantor polisi Turki. Yang ngga jelasnya mirip-mirip kantor polisi Indonesia. Sumpah. Gimana saya bisa lupa kalau ikamet saya lagi ngga ada. Jadi resident permit itu gunanya seperti visa yang masanya lama sekali. Kalau ada resident permit berarti kamu bisa keluar masuk negara itu semau kamu. Kalau ngga ada? Berarti kamu cuma bisa keluar doang ga bisa masuk lagi. Matihhh. Lalu saya ke kantor polisi siang itu juga sambil ngantuk-ngantuk (karena baru tidur paginya). Yep ofkors ikamet saya belum datang. Dan kata bu polisinya, mereka bisa bikin keterangan untuk saya, tapi dalam waktu 15 hari saya harus kembali ke Turki lagi. What theeeee.. Orang saya udah beli tiket buat seminggu lagi dan tiket balik ke Turki adalah telat 2 minggu dari tanggal masuk, berarti sekitar 1,5 bulan. Dan WTH is 15 hari??? Udah beli tiket mahal dan terancam gagal disitu saya merasa stress. Saya sudah stress banget dan nelpon-nelpon Ibu. Ibu pun akhirnya ikutan stress dan takut juga, duh. Saya udah chat sana-sini untuk minta doa biar lancer bisa pulang. 3 hari kemudian, 2 hari sebelum berangkatnya, saya sudah pasrah dan ke kantor polisi lagi, untuk minta surat keterangan 15 hari itu. Dan surprise dari alam! Ikamet saya datang. Saya dan Aziza, roommate saya, sampe loncat-loncat di kantor polisi di depan imigran-imigran Arab yang menunggu antriannya. Alhamdulillah lagi. Dan terimakasih doa-doanya.

Akhirnya saya pun dini hari itu meninggalkan Zonguldak, diiringi panik karena sopir taksi yang datang terlalu awal dan goodbyes dari teman seasrama dan perjalanan yang penuh menunggu inipun dimulai. Sampai di Istanbul, di bandara saya bertemu dengan mahasiswa S3 dari Ankara, Mas Hilmy, menunggu jam check-in selama 6 jam-an bersama beliau. Setelah penerbangan selama 4 jam kemudian saya sampai di Qatar dimana saya harus nunggu 9 jam. 9 jam, sendirian, dan sakit. It was the worst part. Sampai kalau ditanya ada dimana saja toilet dan tempat mac (yes, they have it many and you can use it free) di bandara Qatar, saya bisa tunjukin sambil merem. Akhirnya saya sampai Jakarta, jam 11 malam, dan penerbangan terakhir ke Surabaya adalah pukul 10.30, woohooo. Unlucky me. Terpaksa saya harus nunggu lagi untuk penerbangan pertama esoknya.

Skip skip skip.

Tibalah waktunya saya balik. Bagian tertidakenak dari pulang kampung. Saya diantar sekeluarga, berangkat dari Kediri menuju Juanda, Surabaya. Kami berangkat 5 jam sebelum flight saya hari itu, flight terakhir. Jarak Kediri-Surabaya biasanya ditempuh 3 jam. Unlucky me again, mulai dari Mojokerto sudah macet karena pohon tumbang, kecelakaan, dst dst. I thought that we weren’t gonna make it. Tapi akhirnya kita sampai 30 menit sebelum pintu check in ditutup. Pfiuhh.. Sedih sedih lega. Tapi sedihnya lebih banyak. Saking sedihnya saya sempet mikir “duh.. harusnya sih saya nggak pulang kalau tau bakal sesedih ini. Kali ini ngga ada air mata di bandara. Tapi sediiiih banget harus pisah sama ibu, sama adik-adik, bapak, dan teman-teman.

Penerbangan Surabaya-Jakarta waktu itu penuh turbulensi, ngeri.. Lalu saya sampai Soekarno Hatta pukul 10.40, and guess what my flight was at 4 at morning. Dan saya nunggu lagi 5 jam. Setelah 9 jam penerbangan Jakarta-Qatar 9 jam, transit selama 4 jam, saya sampai di Istanbul jam 6 sore, dimana bus terakhir menuju Zonguldak adalah pukul 5.30 JJ hahahahhaha.. What a thing. Saya harus menunggu esok harinya pukul 1 malam hari, tapi selagi menunggu jam 1 malam itu saya sempat tidur di bandara 1,5 jam karena saya tidak bisa nyaman tidur selama perjalanan 2 hari itu. Lalu pukul 7 pagi harinya saya sampai di Kasur kesayangan saya disambut 3 teman yang sedang ngorok, dan saya juga akhirnya ikut ngorok.

Jadi kalau ditotal berapa jam dari Kediri menuju Zonguldak? :D












Kamis, 28 Agustus 2014

Flashback

Flashback. 
...


Tahun 2011 sampai 2012 mungkin menjadi tahun terberat dalam hidup yang saya lalui hingga sekarang 19 tahun umur saya. Setelah lebaran 2011. Mulai pindah rumah karena orang tua saya hampir saja cerai, hidup pas-pasan (tapi tidak pernah kurang) karena ibu harus berjuang sendiri dengan 4 anaknya dan 3 darinya harus menghadapi ujian nasional berbarengan pada tahun itu, masuk SNMPTN undangan rangking 1 tapi tidak diterima di universitas yang diidamkan saat itu, tidak diterima di SNMPTN tulis, hingga putus dengan pacar mewarnai tahun itu. Hanya dalam 1 tahun. Tuhan maha keren.

2011 saya nobatkan sebagai yang terberat, tapi juga paling bermakna, berharga, dan lain-lain. Ketika saya pindah rumah, dimana ayah saya jadi tinggal terpisah dengan kami, hidup kami banyak berubah. Lebih mandiri, lebih tidak banyak mintanya, lebih tidak manja, dan lebih mengerti satu sama lain. 2011 tidak hanya berisi tentang cobaan sih, meskipun banyak juga sedihnya. Dari yang sebelumnya kita hanya bertemu di rumah tapi langsung asik dengan tugas-tugas dan gadget masing-masing, waktu itu kami jadi lebih sering ngobrol dan ketawa bersama, kami jadi lebih saling menyayangi dan kami jadi dekat satu sama lain. Oh ya, saya juga jadi bisa nyetir mobil, hahaha.

2012 akhirnya saya dapat kuliahan. Saya diterima di Universitas Airlangga jalur mandiri, di jurusan yang dipilihkan ibu. Mulai dari mengisi formulir, galau jurusan, tes, wawancara, hingga diterima hanya ada ibu dan sopir di samping saya. Karena kondisi kita masih terpisah saat itu, mulai dari cari kosan dan pindahan, lagi-lagi hanya ada ibu dan sopir. Setelah mulai kuliah dan jauh dari rumah perlahan keadaan rumah menjadi sedikit lebih dingin. Mungkin Tuhan sudah lelah mengerjai kami. Hingga akhir 2012 sekitar setelah 1,5 tahun kami move back ke rumah lama. Keadaan berangsur normal meskipun belum sepenuhnya.

Kuliah saya berjalan lancar, IP saya tidak pernah di bawah 3 meskipun saya cenderung tidak enjoy dengan jurusan saya saat itu. 1 tahun saya jalani dengan asal-asalan. Belajar sehari sebelum hari ujian, ngemall tiap minggu, titip absen kuliah, hingga kena cekal. Mungkin Tuhan kasihan pada waktu itu, hingga akhirnya saya dipertemukan dengan seorang teman yang menawari beasiswa ke luar negri dan puff!! Here I am finally I got 5 years scholarship in Turkey. Negara yang sama sekali tidak ada dalam benak saya 2 tahun lalu. See? Tuhan juga maha bercanda.

Kadang, di keramaian di rantau sana, ada 1 detik dimana saya sadar bahwa: Damn! Saya lagi jauh banget dari ibu dan saudara-saudara saya, di tempat asing yang sama sekali ngga akan disangka akan jadi tempat saya menimba ilmu. Juga akan ada sunyi ditemani daun musim gugur, angin ganas musim dingin, hangat musim semi, dan pemandangan tanktop dan hotpants musim panas (canda haha) dimana saya merasa sangat bersyukur telah diberi kesempatan yang tidak semua orang bisa merasakan. Akan ada juga ketika saya menyusuri trotoar pusat kota Zonguldak, dan saya berterima kasih atas karunia-Nya. Setelah apa yang terjadi pada saya 3 tahunan ini sangat banyak yang berubah dari saya. Bisa dikatakan saya sudah bisa mengerjakan tes yang diberi Tuhan pada level ini. Saya tidak menantang-Mu, Tuhan, tapi andai Kau beri aku tes selanjutnya, aku siap!

Minggu, 20 Juli 2014

Mudik Internasional

Post ini ditulis ketika saya seranjang dengan teman kuliah saya, Fifi (facebook: fifi ulita), di Surabaya.

Kalau dihitung, saya sudah sekitar 15 hari semenjak saya pulang ke Indonesia. Sudah, bahagianya tidak bisa diungkapkan. Di rumah, di Indonesia, selain keluarga, yang sudah menjadi angan-angan ketika masih di Turki adalah makanan. Sebagai anak yang tidak kurus (ehm) dan suka makan, kangen makanan kadang bisa menjadi sebab homesick. Bahkan kepada pecel saja dulu saya kangen. Dan ketika disana, sesimpel makan sahur dengan nasi putih, sop ayam, dan sambel trasi sachet yang sudah dingin (yang dibawakan Bintang dan Nadira, terimakasih) membuat saya jadi terharu saking senangnya dan sedikit bisa mengobati kangen.

Nah, ketika disini saya seakan balas dendam. Pada saat puasa, setelah buka pun malamnya saya kerap ditemani Rosyi untuk makan lagi (ini aib). Entah pecel, soto, bakso, dan lain-lain. Padahal, waktu di Turki, karena berat badan saya naik 5 kg (iya Anda tidak salah baca), saya pernah bertekat untuk menurunkan berat badan lagi. Tapi, gagal. Setelah 10 bulan-an tidak bertemu makanan-makanan paling enak sedunia versi saya ini seakan saya kalap dan ketika berniat untuk diet selalu ada pikiran, "Nggak. Kamu ga boleh diet. Kamu ga bakal makan makanan-makanan ini selama setahun kedepan." (aib lagi) dan begitu seterusnya.

Oke. Cukup untuk membuka aibnya.

Untuk mudik lebaran bertaraf internasional kali ini (idih) kemarin dengan penuh perjuangan setelah mengumpulkan uang, akhirnya saya dapat membeli tiket Qatar Airways. Tiket ini saya beli 3,5 bulan sebelum tanggal keberangkatan. Karena pada waktu itu maskapai ini sedang mengadakan promo. Normalnya, tiket Istanbul-Doha-Jakarta ini berharga sekitar 700-800 euro, bahkan bisa lebih, tapi waktu itu saya dan Bintang bisa mendapatkan tiket sekitar 550euro. Lumayan.

Saya pulang bersama Bintang, mulai dari Ankara ke Istanbul, di Istanbul kami sempat belanja oleh-oleh. Dan sempat juga kami menginap di Ataturk Airport. Lalu sehari setelahnya, setelah gugup dan senang ngga jelas, akhirnya pukul 19.00 tanggal 5 Juli saya berangkat lewat bandara Sabiha Gokcen. Setelah 4 jam penerbangan, kami sampai di negara transit kita, Qatar. Qatar ini guys, bandara mirip mall. Konter-konter duty free-nya dirancang untuk nyaman berbelanja dan tentunya cukup besar. Dan tentunya saya hanya mampu melihat-lihat saja :').

Setelah 3 jam transit, kami naik pesawat lagi selama 11 jam. Kami tiba di Soekarno Hatta Airport sore hari. Setelah turun dari pesawat kami buru-buru berpisah dan menuju terminal masing-masing untuk melanjutkan perjalanan. Pukul 12 malam saya sampai di Kediri tercinta setelah dijemput oleh bapak dan adik.

Kira-kira begitulah cerita singkat saya pulang kampung kali ini.

mbambung di bandara
depan Sultan Ahmed, wifi gratis hahaha

partner perjalanan :p

weighty suitcase

bandara a.k.a mall

troli

emm. bandara




NB: Diketik oleh laptop baru makanya semangat. Hahahahahaha.

Perempuan dan Tas Selempangnya

  Sudah lama saya mempunyai ide tentang topik ini. Berawal dari bahasan tentang pakaian pada waktu saya dan pacar bertelefon beberapa mala...