Sudah lama saya mempunyai ide tentang topik ini.
Berawal dari bahasan tentang pakaian pada waktu saya dan pacar
bertelefon beberapa malam kemarin. Entah bagaimana akhirnya pembicaraan kita
sampai pada baju yang bisa dan tidak bisa dipakai di Indonesia.
Lhah emang ada baju yang ngga bisa dipakai?
Ya selain baju winter, baju yang tidak menjadi ‘budaya kita’ juga
tidak bisa dipakai. Tau kaaan kalau ada yang lewat terus diliatin seisi kafe.
Nah, baju seperti itu yang tidak bisa dipakai juga. haha
Ada suatu kejadian yang membuat saya menjadi concerned perihal tata berpakaian ini. Khususnya di Kediri ya, I can’t say for other places.
Kejadiannya adalah waktu itu (pre-Corona) saya dan teman-teman sekumpulan yang
kebanyakan teman SMA, sedang nongkrong di depan café kita yang sekarang sudah
tutup permanen. Kami minum kopi, bercanda, bergosip, tipikal kegiatan yang
biasa dilakukan orang-orang ketika ngopi. Lalu sebelum jam tutup, saya diajak
seorang teman cowok dari kumpulan itu untuk mampir ke toko vape, kebetulan saya
mau beli liquid juga waktu itu. Di jalan di atas motor tiba-tiba dia berkata,:
Dia: “Eh, kalau bisa kamu jangan pake baju kaya
gitu, ya.”
Aku: “Lhah emang kenapa?”
Dia :“Tadi kamu difoto sama si Blabla,
dimasukin grup anak-anak.”
Aku: “HAH?! Sumpah?! Asu tenan.”
Dia: “Makanya jangan pakai baju kaya gitu.”
Aku: “HAH GIMANA?!? Kamu ngaceng liat aku pake
baju kaya gini?”
Dia: “Ya engga lah, tapi ya kan orang
beda-beda.”
Aku: “Lha kalau otak temanmu yang rusak kenapa
aku yang disuruh ganti baju?!?”
Dia: “Yasudah pokoknya jangan pakai baju gitu
lagi, daripada jadi bahan omongan..”
Aku: “Terimakasih ya sudah bilang.”
Di poin ini pasti kalian semua penasaran, seorang Sasa pakai baju
apa sih kok sampe difoto orang dan dimasukin grup dijadikan bahan omongan?
Waktu itu, saya pakai celana kulot hitam, baju lengan panjang leher agak lebar.
(gambar diambi dari olshop di tokped hhe)
Coba kasih pendapat di comment ya bagaimana pakaian saya.
Mungkin ya, mungkiiiin, saya agak denial. Denial terhadap kebiasaan
orang Indonesia yang masih suka mengomentari pakaian orang. Ya umumnya dimana
pun semua orang masih membicarakan satu sama lain, termasuk cara berpakaian
yang agak berbeda atau sedikit terbuka (menurut orang kita). Namun pengalaman
saya di Turki, ada seorang kawan berhijab, bergandengan berangkulan dengan
kawannya yang memakai singlet saat musim panas adalah hal yang amat normal.
What is wrong with it, karena berteman tidak berdasarkan pada cara berpakaian
kan?
Yah tidak usah jauh-jauh membicarakan teman sekumpulan saya yang kelakuannya
sudah masuk ke kategori Sexual Harassment
tadi, orang-orang terdekat kita pun masih terekspos kebiasaan mengatur pakaian perempuan,
yang tentu saja masih termasuk patriarki. Pacar saya termasuk orang yang jauh
dari kata patriarki. Dia mau masak, dia mau bersih-bersih, dia tidak pernah
mengkotak-kotakkan perkerjaan domestik sebagai pekerjaan khusus perempuan. Tapi
soal cara berpakaian, dia tidak bisa untuk tidak mengingatkan saya untuk: tidak
merunduk ketika mengenakan kaos, menaruh selempang tas ke arah depan (agar
belahan dada tidak terlalu terlihat), memakai kaos yang agak longgar, dll.
Alasannya adalah (kutipan langsung tapi dipersopan)
“Karena aku gak
suka/jealous kalo pacarku jadi liat2an orang2 yg cari-cari.”
Karena dia khawatir kalau ada orang yang sampai ngeliatin dan bikin
saya tidak nyaman. Reaksi saya sebagai perempuan adalah, ya maklum saja dia
berpendapat seperti itu, mungkin karena dari pengalaman pribadi dan dari
lingkungannya bahwa cowok-cowok (dan cewek-cewek) itu bisa se-pervert itu. Bisa saja dia tidak peduli
jika ada orang yang ngeliatin, kan yang norak mereka. Tapi mungkin yang menjadi
fokusnya adalah apa saja yang bisa dilakukan cowok-cowok itu ketika melihat
pakaian yang sedikit saja terbuka. (Mungkin ya, mohon koreksinya pak Bruno).
Membicarakan cara berpakaian perempuan juga bukan hobi cowok-cowok
saja sih. Malah banyak dari sesama perempuan sendiri. Rambut aneh dikit, baju
aneh dikit, sepatu aneh dikit dikomentari dishare ke teman via DM. Tetapi tidak
dipungkiri, membicarakan topik ini menampar saya sendiri. Saya ingat sekali
sekitar tahun lalu saya diajak bergosip oleh seorang teman, tentang seseorang
yang pakai baju mini, “kaya di Bali saja” ceunah. Saya menimpali waktu itu,
“lah iya lagian ngapain di Kediri pakai baju seperti itu?”, lah saya siapa
berbicara atas nama Kediri, menghakimi cara berpakaian dia. Apakah membuat diri
kita semakin baik? Saya sadar sekali betapa sangat ingin menjadi lebih baik
daripada orang lain dengan menjelekkan mereka, waktu itu. Saya menyesal sekali
sudah berstatement seperti itu.
“But we really are worse than them when we
spend our time judging them, while they spend theirs enjoying life.”
Teruntuk temanku, yang dulu memfoto dan menyebarkan fotoku tanpa
sepengetahuanku, semoga kamu baca, it’s
not okay to do what you did, I hope your daughter and son, and your wife will
never encounter someone like you.
Teruntuk temanku sesama perempuan, let’s support each other. Sudah
banyak ketidakadilan terhadap perempuan yang harusnya kita bantu untuk
mengurangi. KDRT, ketimpangan upah, hak maternity leave, stigma-stigma buruk
terhadap perempuan hal-hal itulah yang harusnya kita usahakan. Bukan
buang-buang waktu membicarakan cleavage orang kelihatan.
Salam.