Post 27 September.
Sebenarnya saya tidak berharap muluk-muluk di umur 19 tahun ini. Hanya
doa-doa kecil dari jauh, dan beberapa gelas teh bersama orang-orang terdekat. Tanggal
27 September kali ini datang terlalu awal. Pukul 20.00 waktu Turki, gank ciwi-ciwi saya di Indonesia a.k.a chess mulai
mengucapkan selamat ulang tahun melalui sosmed. Bersama mereka saya sudah 3
kali merayakan ulang tahun. Pertama kami makan-makan bersama kami anggap
traktiran ulang tahun saya. Lalu teman-teman datang ke rumah saya sebelum saya
berangkat lagi ke Turki membawa kue tart, dan ketiga jam 00.00 waktu Indonesia.
Hahahaha.
Lalu teman-teman sosmed mulai membanjiri notifikasi telefon dengan ucapan
selamat ulang tahun. Saat saya sibuk
membalasi pesan-pesan dari Indonesia, saya sedang duduk sambil mengobrol di
taman asrama bersama teman-teman cewe saya. Mereka sempat menegur saya ketika saya
tidak memperhatikan obrolan kami sekali dan malah sibuk dengan telefon saya.
Chess gank saya pun juga membuat video di instagram dan tidak sengaja terbuka
di depan mereka yang mengucapkan “Happy birthdaaayy…..” (which the sentence
they do understand ofc). Saya bilang, “Banyak pesan yang masuk nih, tunggu ya.”
Sekalian memberi sinyal yang berarti: besok saya ulang tahun, kita ngapain nih.
Lalu tiba-tiba topic berubah. Teman-teman mulai membicarakan apa yang akan
mereka lakukan besok, mulai dari belajar, mau ngangkut barang ke asrama, mau
rapat Erasmus, mau ke rumah teman, dll. Saya diam saja. Pada akhirnya salah
satu dari mereka bilang, “Malamnya kita ke rumah Muhammed, apartemennya baru
kita bisa masak-masak….” dst dst. Okey fix mereka lupa.
Paginya saya bangun siang, dan masih belum ada tanda-tanda yang akan
mengucapkan happy birthday. Not that I put too much importance of saying happy
birthday, tapi saya pikir hanya mengucapkan happy birthday adalah bentuk peduli
dan ingat. Saya pergi ke kantin untuk sarapan, masih seperti hari normal dan
mereka hanya mengucapkan happy birthday seadanya L.
Saya sedih ngga ketulungan deh. Sampai kamar, entah mood kenapa jadi berantakan
dan ketika Helal duduk disamping saya, air mata jatuh. Saya ngerasa lonely
banget. Saya ngerasa ngga punya siapa-siapa disini dan saya bukan siapa-siapa
disini. Dan yang terpenting adalah ternyata saya tidak ‘sepenting itu’ untuk
mereka.
Helal membujuk saya untuk keluar ke mall agar sedikit terhibur. Saya
bersikeras untuk tinggal di kamar saja dan tidur lagi (masih jam 2 siang
padahal) “It won’t work.” saya bilang. Tapi akhirnya saya terbujuk sih hahaha.
Hang out bersama Helal dan Rumeysa ini lumayan merahatkan hati sih, at least
mereka inget. Oiya. Ketika kamu ultah di sini, kamu tidak akan dibiarkan membayar sepeserpun. The freaking
different tradition. Mulai dari nonton, makan kue (pertama hari itu) semua saya
tidak bayar.
Kami pulang sekitar jam 6 sore setelah bertemu dengan beberapa teman.
Tapi disini saya mulai menemukan clue, ketika Rumeysa dan Helal benar-benar
memaksa saya datang ke rumah Muhammed. Secara Helal tidak kenal baik dengan
Muhammed. Lagipula saya sedih dan capek, kenapa musti dipaksa pergi-pergi.
Pukul 8 kami keluar bersama Sumaya dan Dzenana. Mereka terlihat panic karena
tidak tahu persis letak apartemen Muhammed, yang ternyata saya baru tahu kalau
itu semua acting -_-. Sampai di apartment dan kami masuk, saya di sambut Haki,
Igli, dan Muhammed, dengan lilin-lilin, balon-balon, kue, dan kado. OMYGOD.
Sama sekali saya ngga kepikiran. Kalau mereka akan menyiapkan seperti
ini.
…
Bohong sih. Tapi tidak juga akan seperti ini saya pikir.
…
Saya senang sekali, terharu, juga malu. Malu karena saya sudah anggap
mereka lupa dan menidak pentingkan saya. Disini saya belajar apa artinya teman.
Demi Tuhan. Lalu kami makan kue, menari, dan bermain putar botol (pertanyaan
atau tantangan) yang sudah menjadi tradisi kami. Ah. Kami juga buka kado.
Pertama kali saya senang sekali ketika melihat kotak kado yang besar, diatasnya
ada bungkusan panjang seperti permen. Dzenana menyuruh saya membuka bungkusan
permen itu dulu, dan ternyata adalah eye liner dan lipstick. Allah’im! Memang
saya semenjak beberapa hari lalu bilang kepada mereka kalau saya ingin beli
eyeliner karena puny saya patah, tapi karena beberapa alasan pasti kita tidak
jadi belok ke toko kosmetik. Lalu saya buka buka kotak besar dibawahnya. Ada
sepatu boots, yang sepertinya saya kenal. Ah iya saya pikir ini sepatu yang
mirip dengan yang dibeli Helal beberapa waktu lalu. Saya bilang “Helal, kita
punya sepatu kembar dong! Haha”. Lalu Dzenana berkata: “Yaaa… Ini bukan kembar,
yang kemarin itu kita beli untuk kamu!”. Dan ternyata juga, alasan mau belajar, mau
ngangkut barang ke asrama, mau rapat Erasmus, dll hanyalah fake untuk kabur ke
rumah Muhammed dan menyiapkan party. Andaikan saya tidak nangis pagi itu, Helal
dan Rumeysa juga akan berada di rumah Muhammed dan mempersiapkan semua.
Sepulang dari rumah Muhammed, kami sedikit beristirahat dan teman saya
dari Malaysia, Ana, menelpon saya mengucapkan happy birthday juga. Tiba-tiba
Helal membawa saya ke kamar tetangga daaaan…. “iyi ki doğdun Azahra.. iyi ki doğdun Azahra.. (selamat ulang tahun Azahra)
“ teman-teman asrama sesama orang asing gave me another surprise cake while
singing. My 3rd cake today and we ate again.
Ya Tuhan..
Terimakasih untuk semua anugerahMu. Termasuk teman-teman yang berharga ini. Never been feeling loved more.
Terimakasih untuk semua anugerahMu. Termasuk teman-teman yang berharga ini. Never been feeling loved more.
Helal, Me, Rumeysa |
1st cake from them |
2nd cake |